Selasa, 24 Maret 2009

Ketika Cinta Berbuah Nangka (vol. 2)

"Nggak bu...! Pokoknya nggak!"bantah Dinda.

"Tapi kamu harus ke dalam dulu,Nak! Ahsan itu anak yang baik..."bujuk ibu.

"Pokoknya sekali enggak,tetep enggak mau. Dinda ga mau jadi istri orang yang ga Dinda kenal..."jawabnya.

"OK,deh! Baik kalo begitu. Ga papa kalo kamu ga mau! Tapi kamu harus menemui mereka dulu. Kan ga enak kalo tau kamu bersikap kaya' gini sama mereka. Nanti kalo udah ketemu, sisanya biar ibu yang atur. Gimana?"

Lama-lama hati Dinda luluh juga. Dia juga ga enak hati sama keluarga haji Zaenudin. Kemudian di tengah kebimbangannya itu tiba-tiba ayah Dinda muncul dari balik pintu rumah.
"Dinda...Ibu...Lagi pada ngapain di situ? Ayo masuk. Ini ada yang mau ketemu sama kamu loh Din..."

"Iya,Yah!"jawab ibu dan Dinda hampir bersamaan.

"Ibu ntar tolongin Dinda yagh!Kasih tau ke mereka alasan Dinda yang barusan itu ya Bu!" bisik Dinda.

"Iya...iya...!Yang penting kamu tetep jadi anak penurut aja..."

Mereka pun akhirnya memutuskan masuk ke dalam. Bagi Dinda,setiap langkah yang ia jalani makin membuat jantungnya terus berdegup bak irama lagu nasional birama 2/2. Semakin dekat ke pintu membuat frekuensi detak jantung mjd trz mningkat. Dan,jreng...jreng....

Masuklah Dinda ke dalam rumahnya. Nampak seorang ibu berbalut jilbab rapi berwarna hijau daun (ciee...kaya' nama band aja!) dengan kacamata dan senyuman yang khas. Di sampingnya ada seorang pria muda yang menurut dugaan Dinda pasti umurnya sedikit lebih tua dari dirinya. Pria itu sebenarnya punya tampang innocent tapi juga punya kesan tegas gitu. Dan yang membuat Dinda terherman-herman saat itu adalah sikap sang pria yang dari tadi nunduk melulu. Dalam hati Dinda bergumam,"Nie anak kenapa sih? Pasti heran ngeliat lantai sebersih ini. Siapa dulu donk yang ngepel...."

"Nah! Bu hajah,ini loh yang namanya Dinda. Sekarang sudah besar. Usianya 17 tahun lebih 256 hari. Besok mau bikin KTP loh Bu... Bukan begitu Din...?"lirik ayah.

Dinda tersenyum malu mendengar kata-kata ayahnya tadi. Rupanya ayah Dinda juga punya selera humor yang lumayan garing. Yeah,boleh dibilang cukup jayus untuk seukuran bapak-bapak.

"Anaknya cantik ya... Sopan lagi!"puji bu hajah.

Kembali Dinda tersenyum simpul. Dari raut wajahnya seolah tertulis kalimat: "Ah,tante ini bisa aja deh...Tau aja kalo Dinda cakep!"

"Dinda.... Mungkin tadi ibu udah ngomongin ke kamu tentang tamu istimewa kita ini. Ini bu hajah Zaenab bersama putranya, Ahsan. Beliau ini bermaksud untuk berta'aruf dengan kita,khususnya kamu,Dinda,"seru Ayah.


"Dia Ahsan,usianya 23 tahun. Saat ini sedang menyelesaikan pendidikannya di sebuah Ponpes Yogyakarta. Dia juga sedang berencana meneruskan cabang usaha konveksi ayahnya di kota kita. Dia suatu saat bermaksud mengkhitbahmu secepat mungkin."lanjut Ayah.

"Benar,De' Dinda! Ibu datang ke sini bersama Ahsan,putra ibu ini,bermaksud ingin menanyakan kesediaan De' Dinda seandainya Ahsan mengkhitbah De' Dinda. Kira-kira keberatankah De' Dinda?"

Senyap. Itulah yang menjadi jawaban atas pertanyaan tadi. Yang terdengar hanyalah suara jangkrik yang berderik dengan parau. Dinda memang sebelum masuk tadi menggerutu seraya bergumam dalam hati,"Memangnya cowok itu siapa? Kok brani-braninya nekad hendak memperistri gue..."

Namun ketika ia tau dengan siapa ia berhadapan, seketika itu juga pertanyaan-pertanyaan tersebut segera berganti begitu saja.

Kini hatinya malah terherman-herman, "Emangnya gue ini siapa? Kok mau-maunya orang sealim Ahsan nglamar gadis kaya gue ini ya?? Aduh... Gue kok jadi salting gini ya? Gue udah biasa nolak cowo, tapi kalo yang model kaya gini kenapa mendadak gue ga bisa komentar apa-apa ya?"

Dinda terjebak dalam sebuah perang batin. Di satu sisi hatinya ia tak bisa menolak pria di depannya ini. Sebab bagaimanapun juga Dinda ingin memiliki seorang yang selalu mendampingi dan mengingatkannya. Namun di sisi hatinya yang lain, ia sungguh bimbang dengan sebuah pilihan yang dihadapkan kepadanya. Apakah ia pantas untuk memilih? Apakah ia siap dengan pilihannya?

Keringat dingin mulai mengalir dari kening Dinda meski ia tetap mencoba untuk terlihat sewajar mungkin. Melihat gejala semacam ini, ibu Dinda teringat dengan apa yang tadi mereka omongkan di luar. Menurutnya Dinda pastilah malu untuk mengatakan sebuah ungkapan penolakan. Akhirnya wanita itu pun ikut angkat bicara, "Maaf bu hajah, sekali lagi maaf! Sebenarnya tadi di luar Dinda dan saya sudah memperbincangkan hal ini. Dan dengan sangat berat hati, sepertinya pinangan Ibu Hajah atas Dinda untuk Ahsan mungkin...."

"Mungkin apa Bu? Putri Ibu menolak Ahsan ya?" tanya bu hajah pasrah mencoba menerka apa yang akan ibu Dinda katakan.

"Yaa...mungkin....ehm...." ibu Dinda jadi ikut bingung. Ayah pun malah hanya mematung. Sedangkan Ahsan yang dari tadi diam tetap terlihat tenang dalam pandangannya yang tertunduk.

Tiba-tiba terdengar jawaban yang mengejutkan.

"Bukan begitu Bu...!" jawab seseorang itu.

Semua mata pun tertuju padanya menantikan apa yang akan katakan. Apakah yang akan ia katakan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar